Omo
sebua ( rumah adat nias )
Omo sebua adalah jenis rumah adat
atau rumah tradisional dari Pulau Nias, Sumatera Utara. Omo sebua adalah rumah
yang khusus dibangun untuk kepala adat desa dengan tiang-tiang besar dari kayu
besi dan atap yang tinggi. Omo sebua didesain secara khusus untuk melindungi
penghuninya daripada serangan pada saat terjadinya perang suku pada zaman
dahulu.
Akses masuk ke rumah hanyalah tangga
kecil yang dilengkapi pintu jebakan. Bentuk atap rumah yang sangat curam dapat
mencapai tinggi 16 meter. Selain digunakan untuk berlindung dari serangan
musuh, omo sebua pun diketahui tahan terhadap goncangan gempa bumi.
MATERIAL UNTUK STRUKTUR RUMAH ADAT
NIAS
Batu Gehomo
Batu dengan permukaan rata yang
digunakan untuk menyanggah tiang Ehomo (memisahkan tiang Ehomo dari permukaan
tanah)
Batu cadas sungai yang pahat
berbentuk kotak
Batu Ndriwa
Batu dengan permukaan rata yang
digunakan untuk menyanggah tiang Ndriwa (memisahkan tiang Ndriwa dari permukaan
tanah)
Batu cadas sungai yang pahat
berbentuk kotak.
Ehomo
Tiang kayu bulat (pillar) penyanggah
struktur bangunan tradisional Nias yang diletakan secara vertikal.
Berbentuk balok bulat dan
menggunakan material kayu Berua atau Manawa Dano
Ehomo Mbumbu
Tiang kayu bulat (pillar) penyanggah
atap
Fafa
Papan kayu
Menggunakan material kayu Berua atau
Manawa Dano
Fafa Daro-daro
Papan untuk tempat duduk
Menggunakan material kayu Berua atau
Manawa Dano
Fafa Gahembato
Papan untuk lantai
Menggunakan material kayu Berua atau
Manawa Dano
Folano
Gaso
Balok kayu yang menjadi bagian dari
struktur kerangka atap bangunan tradisional Nias Selatan.
Gaso Matua (Fanimba)
Balok kayu yang menjadi bagian dari
struktur kerangka atap bangunan tradisional Nias Selatan.
Jepitan Bumbu
Kayu yang disusun berbentu “X” yang
berfungsi untuk menjepit atap rumbia yang berada di puncak atap.
Kapita
Balok horizontal penyanggah atap
Lago-lago
Papan kayu tebal yang diletakkan
membujur pada bagian kiri dan kanan bangunan dan berfungsi menjepit seluruh
struktur bagian bawah atap pada sebuah bangunan tradisional Nias Selatan
Menggunakan material kayu Berua atau
Manawa Dano
Lali'owo
Balok membujur yang menyanggah papan
lantai struktur bangunan tradisional
Berbentuk balok bulat dan
menggunakan material kayu Berua atau Manawa Dano
Ndriwa (Diwa)
Tiang kayu bulat (pillar) penyanggah
struktur bangunan tradisional Nias yang diletakan secara diagonal.
Berbentuk balok bulat dan
menggunakan material kayu Berua atau Manawa Dano
Oto Mbao
Berfungsi seperti kaki gajah dalam
konstruksi beton. Untuk menambah kekuatan pada Ehomo atau sebagai anti gempa
Sago
Atap daun rumbia
Sicholi (Sikholi)
Papan kayu tebal yang diletakkan
membujur dan berfungsi menjepit seluruh struktur lantai (Ahe Mbato) pada sebuah
bangunan tradisional. Diletakkan di bagian kiri dan kanan bangunan. Ujung-ujung
Sikholi akan dibentuk melengkung keatas dean diberi ragam hias ukiran.
Menggunakan material kayu Berua atau
Manawa Dano
Siloto
Balok melintang yang menyanggah
papan lantai struktur bangunan tradisional.
Menggunakan material kayu Berua atau
Manawa Dano
Sirau
Penyangga
Tangga
Tangga kayu
Toga (Balo-balo)
Balok melintang yang menutup ujung
Laliowo dan menyanggah posisi Laso
Menggunakan material kayu Berua atau
Manawa Dano
Tohu-tohu
SALAH SATU CIRI KHAS DARI PULAU NIAS
LOMPAT BATU (FAHOMBO)
Fahombo, atau yang biasa kita kenal dengan Lompat Batu merupakan salah
satu kesenian khas tradisional masyarakat Pulau Nias. Batu tersebut
disusun hingga mencapai ketinggian 2 meter dengan ketebalan 40cm.
Tradisi ini dimaksudkan untuk para pemuda yang melakukan di anggap sudah
dewasa dan matang secara fisik. Oleh karena itu, pemuda tersebut dapat
membela kampungnya ketika terjadi konflik atau kerusuhan.
Biasanya seorang pria yang dapat melakukan lompat batu dengan sempurna akan menyembelih beberapa ekor ternak sebagai wujud rasa syukur. Sebab tidak semua kaum pria dapat melompati batu setinggi 2 meter tersebut sehingga apabila berhasil bukan hanya menjadi kebanggan diri sendiri, namun juga menjadi kebanggan keluarga.
Biasanya seorang pria yang dapat melakukan lompat batu dengan sempurna akan menyembelih beberapa ekor ternak sebagai wujud rasa syukur. Sebab tidak semua kaum pria dapat melompati batu setinggi 2 meter tersebut sehingga apabila berhasil bukan hanya menjadi kebanggan diri sendiri, namun juga menjadi kebanggan keluarga.
Tradisi lompat batu ini juga dikaitkan dengan kepercayaan kuno. Sebelum seorang belajar melompati batu, biasanya mereka berdoa dan memohon doa restu kepada leluhur agar di beri keselamatan saat melakukan atraksi. Sebab tidak jarang para pemuda yang melakukan atraksi tersebut gagal. Tidak hanya kegagalan yang didapatkan, namun tak sedikit dari mereka yang mengalami patah tulang.
Dan pemuda yang selamat itu lah yang kemudian di anggap menjadi pahlawan dan di agung-agungkan di daerahnya dengan segala kehormatan.