Thursday, June 21, 2012


Omo sebua ( rumah adat nias )






Omo sebua adalah jenis rumah adat atau rumah tradisional dari Pulau Nias, Sumatera Utara. Omo sebua adalah rumah yang khusus dibangun untuk kepala adat desa dengan tiang-tiang besar dari kayu besi dan atap yang tinggi. Omo sebua didesain secara khusus untuk melindungi penghuninya daripada serangan pada saat terjadinya perang suku pada zaman dahulu.



Akses masuk ke rumah hanyalah tangga kecil yang dilengkapi pintu jebakan. Bentuk atap rumah yang sangat curam dapat mencapai tinggi 16 meter. Selain digunakan untuk berlindung dari serangan musuh, omo sebua pun diketahui tahan terhadap goncangan gempa bumi.




MATERIAL UNTUK STRUKTUR RUMAH ADAT NIAS 



Batu Gehomo
Batu dengan permukaan rata yang digunakan untuk menyanggah tiang Ehomo (memisahkan tiang Ehomo dari permukaan tanah)
Batu cadas sungai yang pahat berbentuk kotak

Batu Ndriwa
Batu dengan permukaan rata yang digunakan untuk menyanggah tiang Ndriwa (memisahkan tiang Ndriwa dari permukaan tanah)
Batu cadas sungai yang pahat berbentuk kotak.

Ehomo
Tiang kayu bulat (pillar) penyanggah struktur bangunan tradisional Nias yang diletakan secara vertikal.
Berbentuk balok bulat dan menggunakan material kayu Berua atau Manawa Dano

Ehomo Mbumbu
Tiang kayu bulat (pillar) penyanggah atap

Fafa
Papan kayu
Menggunakan material kayu Berua atau Manawa Dano

Fafa Daro-daro
Papan untuk tempat duduk
Menggunakan material kayu Berua atau Manawa Dano

Fafa Gahembato
Papan untuk lantai
Menggunakan material kayu Berua atau Manawa Dano

Folano

Gaso
Balok kayu yang menjadi bagian dari struktur kerangka atap bangunan tradisional Nias Selatan.

Gaso Matua (Fanimba)
Balok kayu yang menjadi bagian dari struktur kerangka atap bangunan tradisional Nias Selatan.

Jepitan Bumbu
Kayu yang disusun berbentu “X” yang berfungsi untuk menjepit atap rumbia yang berada di puncak atap.

Kapita
Balok horizontal penyanggah atap

Lago-lago
Papan kayu tebal yang diletakkan membujur pada bagian kiri dan kanan bangunan dan berfungsi menjepit seluruh struktur bagian bawah atap pada sebuah bangunan tradisional Nias Selatan
Menggunakan material kayu Berua atau Manawa Dano

Lali'owo
Balok membujur yang menyanggah papan lantai struktur bangunan tradisional
Berbentuk balok bulat dan menggunakan material kayu Berua atau Manawa Dano

Ndriwa (Diwa)
Tiang kayu bulat (pillar) penyanggah struktur bangunan tradisional Nias yang diletakan secara diagonal.
Berbentuk balok bulat dan menggunakan material kayu Berua atau Manawa Dano

Oto Mbao
Berfungsi seperti kaki gajah dalam konstruksi beton. Untuk menambah kekuatan pada Ehomo atau sebagai anti gempa

Sago
Atap daun rumbia

Sicholi (Sikholi)
Papan kayu tebal yang diletakkan membujur dan berfungsi menjepit seluruh struktur lantai (Ahe Mbato) pada sebuah bangunan tradisional. Diletakkan di bagian kiri dan kanan bangunan. Ujung-ujung Sikholi akan dibentuk melengkung keatas dean diberi ragam hias ukiran.
Menggunakan material kayu Berua atau Manawa Dano

Siloto
Balok melintang yang menyanggah papan lantai struktur bangunan tradisional.
Menggunakan material kayu Berua atau Manawa Dano

Sirau
Penyangga

Tangga
Tangga kayu

Toga (Balo-balo)
Balok melintang yang menutup ujung Laliowo dan menyanggah posisi Laso
Menggunakan material kayu Berua atau Manawa Dano

Tohu-tohu



SALAH SATU CIRI KHAS DARI PULAU NIAS

LOMPAT BATU (FAHOMBO)

Fahombo, atau yang biasa kita kenal dengan Lompat Batu merupakan salah satu kesenian khas tradisional masyarakat Pulau Nias. Batu tersebut disusun hingga mencapai ketinggian 2 meter dengan ketebalan 40cm. Tradisi ini dimaksudkan untuk para pemuda yang melakukan di anggap sudah dewasa dan matang secara fisik. Oleh karena itu, pemuda tersebut dapat membela kampungnya ketika terjadi konflik atau kerusuhan.
  Biasanya seorang pria yang dapat melakukan lompat batu dengan sempurna akan menyembelih beberapa ekor ternak sebagai wujud rasa syukur. Sebab tidak semua kaum pria dapat melompati batu setinggi 2 meter tersebut sehingga apabila berhasil bukan hanya menjadi kebanggan diri sendiri, namun juga menjadi kebanggan keluarga.

Tradisi lompat batu ini juga dikaitkan dengan kepercayaan kuno. Sebelum seorang belajar melompati batu, biasanya mereka berdoa dan memohon doa restu kepada leluhur agar di beri keselamatan saat melakukan atraksi. Sebab tidak jarang para pemuda yang melakukan atraksi tersebut gagal. Tidak hanya kegagalan yang didapatkan, namun tak sedikit dari mereka yang mengalami patah tulang.

Dan pemuda yang selamat itu lah yang kemudian di anggap menjadi pahlawan dan di agung-agungkan di daerahnya dengan segala kehormatan.